Langsung ke konten utama

Makna Hari Raya Kuningan

Hari Raya Kuningan merupakan bagian dari rangkaian Hari Raya Galungan dalam Hindu, yang jatuh pada 10 hari setelah Galungan, yaitu pada Saniscara (Sabtu) Kliwon Wuku Kuningan. Kata Kuningan memiliki makna “kauningan” yang artinya mencapai peningkatan spiritual dengan cara introspeksi agar terhindar dari mara bahaya.
Gambar terkait
Dikutip dari Bhagawan Dwija mengatakan makna dari Kuningan adalah mengadakan janji/pemberitahuan/nguningang baik kepada diri sendiri, maupun kepada Ida Sanghyang Parama Kawi, bahwa dalam kehidupan kita akan selalu berusaha memenangkan dharma dan mengalahkan adharma (antara lain bhuta dungulan, bhuta galungan dan bhuta amangkurat).
Pada Hari Raya Kuningan banten atau sesajen pada setiap desa belum tentu sama, karena memang banten itu beraneka ragam versinya. Tapi umumnya pada hari Raya Kuningan menggunakan upakara sesajen yang berisi simbul tamiang dan endongan, di mana makna tamiang memiliki lambang perlindungan dan juga juga melambangkan perputaran roda alam.
Endongan maknanya adalah perbekalan. Bekal yang paling utama dalam mengarungi kehidupan adalah ilmu pengetahuan dan bhakti (jnana). Sementara senjata yang paling ampuh adalah ketenangan pikiran. Sarana lainnya, yakni ter dan sampian gantung. Ter adalah simbol panah (senjata) karena bentuknya memang menyerupai panah. Sementara sampian gantung sebagai simbol penolak bala.
Mengenai waktu persembahyangan pada Hari Raya Kuningan, Bhagawan Dwija menjelaskan pada Hari Raya Kuningan, Ida Sanghyang Widhi Wasa memberkahi dunia dan umat manusia sejak jam 00 sampai jam 12. Jadi di saat itu sangat tepat kita datang menyerahkan diri kepada-Nya mohon perlindungan. Kenapa batas waktu sampai jam 12 siang, dikarenakan energi alam semesta (panca mahabhuta : pertiwi, apah, bayu, teja, akasa) bangkit dari pagi hingga mencapai klimaksnya di bajeg surya (tengah hari). Setelah lewat bajeg surya disebut masa pralina (pengembalian ke asalnya) atau juga dapat dikatakan pada masa itu energi alam semesta akan menurun dan pada saat sanghyang surya mesineb (malam hari) adalah saatnya beristirahat (tamasika kala).
Pada Hari Raya Kuningan juga dibuat nasi kuning sebagai lambang kemakmuran dan dihaturkan sesajen-sesajen sebagai tanda terimakasih dan suksmaning idep kita sebagai manusia  menerima anugerah dari Sang Hyang Widhi.
Dapat diambil kesimpulan melalui perayaan Hari Raya Kuningan inilah kita ingatkan untuk selalu ingat menyamabraya, meningkatkan persatuan dan solidaritas sosial, dan umat diharapkan selalu ingat kepada lingkungan sehingga tercipta harmonisasi alam semesta beserta isinya serta tidak lupa akan ingat mengucap syukur kepada Tuhan, Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas segala karunia-Nya.
Semoga artikel ini dapat bermanfaat untuk semeton. Jika terdapat penjelasan yang kurang lengkat atau kurang tepat mohon dikoreksi bersama. Suksma…
(Sumber: Berbagai Sumber)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Bali Anyar

Puisi Bali Anyar    Puisi Bali Anyar punika wantah sastra sane kaangge nartaang  pabesen, ngangge basa sane bawak nanging dagingne padet. Puisi puniki sastra sane kakomunikasiang boya ja gatra, sakewanten karya sastra sane madaging rasa muah napi sane kacingak indik kahuripan,nglimbakang tur najepang kontak-kontak ring sane katerapin.     Unsur-unsur ring puisi :      1. Unteng      2. Rasa      3. Nada( tangkep pangawi)      4. Pabesen /piteket      Mangda papacan puisine lengut tur ngelangunin pinih becik telebang dumun uger-uger ngwacen sakadi ring sor puniki : 1. Resep, Wirasa Pinih riin sadurunge ngwacen, patut resepang dumun suksma, wirasan utawi unteng   puisi sane jagi kawacen. napike puisi punika madaging indik ksinatrian, kalulutan, kasengsaran, utawi sane tiosan. Yan tan tatas uning ring suksman puisine punika, sinah ngwetuang papacan sane tan becik utawi singsal. 2. Suara, Wirama      Yan sampun tatas ring wirasan puisi s

Syair, Pantun dan Puisi

Contoh Pantun Burung merpati burung dara Terbang menuju angkasa luas Hati siapa takkan gembira Karena aku telah naik kelas Asam kandis asam gelugur Ketiga asam si riang-riang Menangis mayat di pintu kubur Teringat badan tidak sembahyang   Contoh Karmina Lukamu adalah lukaku, ditahan di dalam kalbu Tetaplah maju, meski tak tahu yang dituju Burung perkutut terbang melayang Abang kentut tidak bilang-bilang   Contoh Mantra Manunggaling Kawula Gusti Ya Murubing Bumi Sirku Sir Sang Hyang Widi Kinasih kang asih Sihir lontar pinang lontar Terletak di ujung bumi Setan buta jembalang tua Aku sapa tidak berbunyi   Contoh Gurindam Kurang pikir kurang siasat Tentu dirimu akan tersesat Barang siapa tinggalkan sembahyang Bagai rumah tiada bertiang Jika suami tiada berhati lurus Istri pun kelak menjadi kurus Barang siapa tiada memegang agama Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama   Contoh Syair Pada zaman dahu