Langsung ke konten utama

Puisi Bung Karno

 
 
 
Sejarahlah yang Akan Membersihkan Namaku
Dengan setiap rambut di tubuhku
aku hanya memikirkan tanah airku
Dan tidak ada gunanya bagiku
melepaskan beban dari dalam hatiku
kepada setiap pemuda yang datang kemari
aku telah mengorbankan untuk tanah ini
Tidak menjadi soal bagiku
apakah orang mencapku kolaborator
Aku tidak perlu membuktikan kepadanya
atau kepada dunia, apa yang aku kerjakan
Halaman-halaman dari revolusi Indonesia
akan ditulis dengan darah Sukarno
Sejarahlah yang akan membersihkan namaku
(dari buku “Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat”, hlm. 304)
Aku Melihat Indonesia
Jikalau aku berdiri di pantai Ngliyep
Aku mendengar Lautan Hindia bergelora
membanting di pantai Ngliyep itu
Aku mendengar lagu, sajak Indonesia
Jikalau aku melihat
sawah-sawah yang menguning-menghijau
Aku tidak melihat lagi
batang-batang padi yang menguning menghijau
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku melihat gunung-gunung
Gunung Merapi, Gunung Semeru, Gunung Merbabu
Gunung Tangkuban Perahu, Gunung Kelebet
dan gunung-gunung yang lain
Aku melihat Indonesia
Jikalau aku mendengarkan
Lagu-lagu yang merdu dari Batak
bukan lagi lagu Batak yang kudengarkan
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku mendengarkan Pangkur Palaran
bukan lagi Pangkur Palaran yang kudengarkan
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan lagu Olesio dari Maluku
bukan lagi aku mendengarkan lagu Olesio
Aku mendengar Indonesia
Jikalau aku mendengarkan burung Perkutut
menyanyi di pohon ditiup angin yang sepoi-sepoi
bukan lagi aku mendengarkan burung Perkutut
Aku mendengarkan Indonesia
Jikalau aku menghirup udara ini
Aku tidak lagi menghirup udara
Aku menghirup Indonesia
Jikalau aku melihat wajah anak-anak
di desa-desa dengan mata yang bersinar-sinar
“Pak Merdeka; Pak Merdeka; Pak Merdeka!”
Aku bukan lagi melihat mata manusia
Aku melihat Indonesia
(dari buku “Bung Karno dan Pemuda”, hlm. 68-107)

Menggerakkan Tenaganya
Diberi hak-hak atau tidak diberi hak
Diberi pegangan atau tidak diberi pegangan
Diberi penguat atau tidak diberi penguat
Tiap-tiap makhluk
Tiap-tiap umat
Tiap-tiap bangsa tidak boleh tidak
Pasti akhirnya bangkit
Pasti akhirnya bangun
Pasti akhirnya menggerakkan tenaganya
Kalau ia sudah terlalu sekali merasakan
celakanya diri oleh suatu daya angkara murka!
Jangan lagi manusia
Jangan lagi bangsa
Walau cacing pun tentu berkeluget-keluget
kalau merasa sakit!
(dari buku “Indonesia Menggugat”, hlm. 62)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Bali Anyar

Puisi Bali Anyar    Puisi Bali Anyar punika wantah sastra sane kaangge nartaang  pabesen, ngangge basa sane bawak nanging dagingne padet. Puisi puniki sastra sane kakomunikasiang boya ja gatra, sakewanten karya sastra sane madaging rasa muah napi sane kacingak indik kahuripan,nglimbakang tur najepang kontak-kontak ring sane katerapin.     Unsur-unsur ring puisi :      1. Unteng      2. Rasa      3. Nada( tangkep pangawi)      4. Pabesen /piteket      Mangda papacan puisine lengut tur ngelangunin pinih becik telebang dumun uger-uger ngwacen sakadi ring sor puniki : 1. Resep, Wirasa Pinih riin sadurunge ngwacen, patut resepang dumun suksma, wirasan utawi unteng   puisi sane jagi kawacen. napike puisi punika madaging indik ksinatrian, kalulutan, kasengsaran, utawi sane tiosan. Yan tan tatas uning ring suksman puisine punika, sinah ngwetuang papacan sane tan becik utawi singsal. 2. Suara, Wirama      Yan sampun tatas ring wirasan puisi s

Syair, Pantun dan Puisi

Contoh Pantun Burung merpati burung dara Terbang menuju angkasa luas Hati siapa takkan gembira Karena aku telah naik kelas Asam kandis asam gelugur Ketiga asam si riang-riang Menangis mayat di pintu kubur Teringat badan tidak sembahyang   Contoh Karmina Lukamu adalah lukaku, ditahan di dalam kalbu Tetaplah maju, meski tak tahu yang dituju Burung perkutut terbang melayang Abang kentut tidak bilang-bilang   Contoh Mantra Manunggaling Kawula Gusti Ya Murubing Bumi Sirku Sir Sang Hyang Widi Kinasih kang asih Sihir lontar pinang lontar Terletak di ujung bumi Setan buta jembalang tua Aku sapa tidak berbunyi   Contoh Gurindam Kurang pikir kurang siasat Tentu dirimu akan tersesat Barang siapa tinggalkan sembahyang Bagai rumah tiada bertiang Jika suami tiada berhati lurus Istri pun kelak menjadi kurus Barang siapa tiada memegang agama Sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama   Contoh Syair Pada zaman dahu